Monday 22 January 2018

DOMPET DI PINGGIR JALAN


ilustrasi-cerita-anak-dompet-di-pinggir-jalan

Cerita Anak

Benda hitam apa itu? Pandu membatin.

Benda kecil segi empat berwarna hitam itu tergeletak di tepi parit. Jalanan sepi. Hanya ada Pandu sendiri. Pandu berjalan mendekat untuk melihat lebih jelas. Dipungutnya benda hitam itu. Ternyata sebuah dompet!

Ragu-ragu Pandu mengintip isi dompet itu. Rupanya isi dompet itu lumayan banyak. Melihat lembaran rupiah di dalamnya, Pandu langsung teringat buku pelajaran yang dibutuhkannya.

Apa yang harus kulakukan dengan dompet ini? Pandu membatin kembali.

Tanpa terlalu menyadari Pandu mulai membuat beberapa pilihan dalam pikirannya.

Apa sebaikanya ia tinggalkan saja dompet itu di situ, siapa tahu pemiliknya sedang mencarinya sekarang. Tapi kalau tidak ada yang menemukan, dan dompetnya malah tak sengaja masuk ke parit?

Pandu mengintip kembali ke dalam isi dompet. Dan sekali lagi teringat buku pelajaran yang tidak sanggup dibelinya. Uang dalam dompet itu, lebih dari cukup untuk membeli bukunya. Tapi…

Atau ia serahkan ke kantor polisi saja?

Pandu menimbang-nimbang. Ia kemudian melihat kartu pengenal dalam dompet tersebut.

Hmmm… alamatnya sih aku bisa cari. Apa kukembalikan langsung saja, ya?

Akhirnya Pandu memutuskan untuk mencari alamat tersebut dan mengembalikan dompet itu kepada pemiliknya.

Ternyata alamat itu cukup jauh. Pandu sampai berpeluh. Matahari siang semakin terik. Kaki Pandu juga sudah terasa pegal. Niatnya untuk mengantarkan dompet itu kepada pemiliknya, mulai memudar.

“Uuuh… aku haus,” keluh Pandu. Saat melewati pedagang es serut, Pandu tergoda untuk membelanjakan sedikit uang di dalam dompet.

“Boleh tidak ya…” gumamnya bimbang.

Lalu Pandu melihat nama jalan tak jauh di hadapannya.

“Eh, sudah sampai!” seru Pandu gembira. “Ini jalan rumahnya!”

Dengan segera Pandu mencari nomor rumah yang dituju. Ternyata cukup sulit karena rumah-rumah di sana padat dan tidak teratur.

Akhirnya Pandu menemukan rumah tersebut. Rumahnya kecil beratap seng.

Pandu mengetuk pindu depannya. Setelah ketukan kedua, seorang lelaki membuka pintu dari dalam.

“Assalamu’alaikum. Permisi, apa benar ini rumah Pak Surya?”

“Wa’alaikumsalam. Ya, benar, saya sendiri,” jawab laki-laki itu.

“Maaf, Pak. Saya mau mengembalikan dompet Bapak. Saya tidak sengaja menemukannya tergeletak di jalan,” kata Pandu seraya menyodorkan dompet berwarna hitam.

Pak Surya sesaat mengamati dompet tersebut. Lalu ia memeriksa isinya. Tiba-tiba binar kebahagiaan terpancar di wajahnya.

“Alhamdulillah. Benar ini dompet saya. Saya kira sudah hilang.”

Seperti halnya binar kebahagiaan yang muncul tiba-tiba di wajahnya, begitu juga dengan air mata Pak Surya. Tiba-tiba saja sudah meleleh di pipinya yang keriput. Pandu sedikit kaget melihat perubahan yang mendadak itu.

“Kenapa, Pak, kok jadi menangis?” tanya Pandu cemas.

“Maaf. Bapak tidak apa-apa, kok. Cuma merasa amat bersyukur. Bapak kira dompet ini sudah hilang. Padahal uangnya untuk biaya pengobatan istri Bapak. Terima kasih, ya, Nak. Kamu sudah susah-payah mengantarkan dompet ini ke sini.”

Mendengarnya Pandu jadi tertegun. Hatinya merasa tersentuh. Ia jadi bersyukur karena mengembalikan dompet itu. Ternyata pemiliknya sangat membutuhkannya.

“Ayo, masuk ke dalam dulu. Kamu pasti haus berjalan siang-siang begini sampai ke sini,” ajak Pak Surya.

Pandu mengangguk sambil tersenyum bahagia. Lega rasanya. Pandu jadi memahami, kesenangan karena mendapatkan uang, tidak akan bisa melampaui kebahagiaan karena membantu sesama.
 
Cerita & illustrasi oleh Angewid
twitter: @ange_wid
Instagram: @illustration_ange

No comments:

Post a Comment