Sunday 29 March 2015

TEKA-TEKI KACAMATA BUNDAR

beruang-singa-landak-cermin-kacamata-bundar

Fabel

Kakek Singa dan Paman Beruang tengah berdebat.  Keduanya saling mengaku sebagai pemilik kaca mata bundar yang ditemukan oleh Lala si anak landak. Kata Kakek Singa,

“Ini kacamata milikku. Aku baru saja kehilangan kacamata. Bentuk dan warnanya persis seperti ini.”

“Maaf, Kakek Singa,” sahut Paman Beruang. “Tapi ini kacamata saya. Tadi saya lewat jalan ini. Saya yakin kacamata saya jatuh di sini. Bentuk dan warnanya juga persis seperti kacamata saya yang hilang.”

“Kakek yakin sekali kalau kacamata ini punya kakek,” kata Kakek Singa bersikeras.

“Saya juga yakin kalau ini kacamata saya,” sahut Paman Beruang tak mau kalah.

Wah, bagaimana ini? Sebetulnya kacamata bundar berwarna merah hati ini kepunyaan siapa? Lala si anak landak yang menonton percakapan ini jadi ikutan bingung. Apalagi sewaktu Kakek Singa berkata,

“Lala, kamu percaya, kan, kalau kacamata ini punya Kakek?”

“Ng…” Lala  semakin kebingungan.

“Mungkin Kakek salah mengenali. Ini betul-betul kacamata milik saya,” kata Paman Beruang.

Lala meneliti kacamata bundar itu. Mungkin ia bisa menemukan nama atau inisial yang bisa menunjukkan pemilik sebenarnya. Sayangnya tidak ada tanda apa pun.

“Lala, Kakek  membutuhkan kacamata ini. Sebentar lagi pertemuan Dewan Rimba. Kakek harus membaca naskah pidato. Kakek tidak bisa melihat dengan jelas tanpa kacamata ini.”

“Paman juga harus pergi ke hutan tetangga. Kalau tidak pakai kacamata, nanti Paman bisa tersesat karena melihat kurang jelas.”

Lala bertambah bingung. Kacamata bundar yang dipegangnya sekarang, harus diberikannya kepada siapa? Kakek Singa atau Paman Beruang? Lala memutar otaknya. Aha! Lala dapat ide!

“Kakek Singa, Paman Beruang, bagaimana kalau Kakek dan Paman bergantian mencoba kacamata ini. Kalau cocok, tentu dialah pemilik sebenarnya.”

“Wah, Lala, itu ide yang sangat bagus,” kata Kakek Singa. Ia pun menerima kacamata dari Lala dan mencobanya.

“Bagaimana, Kek? Apa mata Kakek sekarang bisa melihat lebih jelas?” tanya Lala.

“Betul, Lala. Ini jelas kacamata punya Kakek. Buktinya sekarang kakek bisa melihat lebih jelas.”

Lala tersenyum senang. Pikirnya, sepertinya ia sudah menemukan siapa pemilik sebenarnya kacamata bundar ini.

“Sekarang giliran saya yang mencoba kacamata itu,” kata Paman Beruang.

“Tentu saja,” kata Kakek Singa lalu menyerahkan kacamata tersebut. Ia terlihat sangat percaya diri kalau kacamata itu memang miliknya.

Ketika Paman Beruang sudah memakai kacamata itu, Lala jadi berdebar-debar. Kalau itu memang kacamata milik Kakek Singa, semestinya kacamata bundar tersebut tidak cocok dengan Paman Beruang. Kalau memang begitu, mengapa Paman Beruang mengaku itu kacamata miliknya?

“Bagaimana, Beruang? Kacamata itu tidak cocok dengan matamu, kan?” tanya Kakek Singa.

Paman Beruang melihat-lihat sejenak melalui kacamata bundar. Kemudian katanya, “Maaf, Kakek Singa. Ternyata kacamata ini cocok sekali dengan mataku.”

“Hah?” seru Lala kaget. Kalau Paman Beruang juga cocok mengenakannya, lalu sebenarnya kacamata bundar itu kepunyaan siapa? Lala sungguh kebingungan.

“Aduh, bagaimana ini? Pertemuan Dewan Rimba akan segera berlangsung. Siapa pemilik kacamata ini harus segera diputuskan,” kata Kakek Singa.

“Kakek benar. Saya juga harus segera berangkat. Supaya tidak perlu bermalam di jalan,” sahut Paman Beruang.

“Lala, kamu yang menemukan kacamata ini, kan?” tanya Kakek Singa. Lala mengangguk. “Jadi, sekarang kamu putuskan, kacamata ini akan kamu berikan kepada siapa,” lanjut Kakek Singa tak terduga.

Wah, Kakek Singa semakin membuat Lala bingung. Lala tidak bisa sembarangan memutuskan. Ia harus adil. Yang menerima kacamata bundar ini, haruslah pemilik sebenarnya.

“Bagaimana Lala, menurutmu?” tanya Paman Beruang.

“Ya, Lala. Teka-teki kacamata bundar berwarna coklat ini harus segera diputuskan,” kata Kakek Singa.

Kakek Singa benar. Namun bagaimana caranya menentukan siapa pemilik sebenarnya kacamata bundar berwarna…

Tiba-tiba sesuatu melintas di pikiran Lala si anak landak. Tentu saja, itu dia jawabannya!

“Kakek Singa, Paman Beruang. Lala pulang ke rumah sebentar. Paman dan Kakek tunggu di sini. Lala segera kembali.”

“Lho, kamu mau ke mana?” tanya Kakek Singa heran.

“Ada sesuatu yang harus Lala ambil. Tunggu sebentar ya, Kek.”

Kakek Singa dan Paman Beruang saling tatap tak mengerti. Apa yang sedang Lala lakukan? Ide apa yang sedang Lala pikirkan? Akhirnya Paman Beruang hanya bisa mengangkat bahu.

Tak berapa lama Lala pun kembali. Ia membawa sesuatu bersamanya. Kakek Singa jadi penasaran.

“Lala, kamu membawa apa?” tanya Lala.

“Oh, ini cermin,” jawab Lala.

“Cermin?” ulang Kakek Singa dan Paman Beruang berbarengan. Lala mengangguk bersemangat sambil tersenyum ceria.

“Untuk apa cermin itu, Lala?” tanya Paman Beruang.

“Cermin ini bisa memberitahu siapa pemilik sebenarnya kacamata bundar itu,” jawab Lala. Senyumnya semakin lebar.

Mata Kakek Singa langsung melebar. “Apa itu cermin ajaib?” tanyanya.

“Cermin ajaib?” Paman Beruang mengulang dengan takjub.

Lala si anak landak terkikik pelan. Kemudian katanya, “Paman Beruang, coba Paman bercermin dengan cermin yang Lala bawa ini. Kacamata bundarnya dipakai, ya.”

Paman Beruang manggut-manggut saja. Dia tidak mengerti apa maksud Lala. Namun ia menurut saja.

“Bagaimana, Paman?” tanya Lala setelah Paman Beruang mengenakan kacamata bundar dan bercermin.

“Ng… apa yang harus Paman lihat?” tanya Paman Beruang ragu.

“Kacamatanya,” jawab Lala dengan nada misterius.

“Ng… mata Paman bisa melihat dengan jelas. Ini kacamata yang bentuk dan warnanya persis milik Paman.”

Lala mengangguk-angguk. “Sekarang giliran Kakek Singa.”

Kakek Singa pun melakukan seperti yang sudah dilakukan Paman Beruang. Lalu…

“Ya, ampun!” seru Kakek Singa. Paman Beruang kaget mendengarnya. Sementara Lala tersenyum lebar.

“Ada apa, Kek?” tanya Paman Beruang.

“Kacamatanya.”

“Ada apa dengan kacamatanya?” tanya Paman Beruang tak mengerti.

Kakek Singa melepas kacamata tersebut lalu memandanginya. Kemudian ia kenakan lagi dan bercermin sekali lagi. “Ya, ampun,” desahnya. Paman Beruang jadi penasaran.

“Bagaimana, Kek? Apa kacamata bundar ini memang milik Kakek?” tanya Lala.

“Ya, ampun,” Kakek Singa mengulang desahannya lagi. “Beruang, maafkan Kakek. Ternyata Kakek salah. Ini memang bukan kacamata punya Kakek.”

“Lho, kenapa tiba-tiba Kakek berubah pikiran? Apa… apa cermin itu memang cermin ajaib?” tanya Paman Beruang ragu-ragu.

“Begini, sewaktu kakek bercermin sambil memakai kacamata ini, Kakek baru bisa melihat dengan jelas. Kalau kacamata bundar ini berwarna merah hati, bukannya coklat seperti yang Kakek kira. Sebelumnya karena tidak berkacamata, jadi Kakek jadi salah lihat, warna merah hati seperti terlihat berwarna coklat.”

“Oooooh, begitu,” kata Paman Beruang mengerti. Rupanya itulah maksud Lala membawa cermin. Supaya Kakek Singa bisa melihat warna kacamata tersebut dengan pandangan yang jelas.

“Wah, Lala. Kamu memang anak landak yang sangat pandai,” puji Paman Beruang.

“Terima kasih, Paman,” jawab Lala malu-malu.

“Terima kasih, ya, Lala. Berkat kamu, sekarang pemilik kacamata ini bisa dibuktikan,” kata Kakek Singa.

“Beruang, maafkan Kakek, ya.”

“Tidak apa-apa, Kek.”

Untunglah. Berkat kejelian Lala, teka-teki kacamata bundar pun terpecahkan.


cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment