Sunday 3 August 2014

PIKO & TITO

ilustrasi-fabel-binatang-dongeng-cerita-anak-bergambar

Fabel

Piko adalah seekor anak kuda laut. Saat itu sekolah baru saja selesai. Piko berenang-renang dengan riang di sekitar terumbu karang. Ia sedang menunggu Tito, si ikan Dasi Biru, untuk pulang bersama-sama. Ketika Tito muncul, Piko menjadi sedikit heran. Wajah Tito tampak murung. Seingat Piko tidak terjadi apa-apa selama sekolah berlangsung. Semuanya berjalan normal. Bahkan selama pelajaran Tito ceria seperti biasanya.

“Tito, kamu kenapa?” tanya Piko.

“Ujian menghapal perkalian dari satu sampai sepuluh,” jawab Tito lesu.

“Kenapa dengan ujian perkalian? Ujiannya kan masih minggu depan,” kata Piko tak mengerti.

“Benar. Tapi… aku kan sulit menghapal perkalian,” jawab Tito malu-malu.

Oh, iya, Piko baru sadar. Temannya itu memang sedikit lamban menghapal perkalian. Bahkan yang paling lamban dibanding seluruh teman sekelas. Sementara Piko, ia tidak memusingkan ujian tersebut. Ia sudah menghapal semuanya.

“Kamu masih bisa belajar selama satu minggu ini,” kata Piko memberi semangat. “Oh, iya, Pak Guru kan berjanji akan memberi hadiah di akhir ujian nanti. Jadi, ayo, semangat!”

Tito mengangguk. Namun kelihatan tidak begitu yakin.

“Aku akan membantumu menghapal!” kata Piko.

“Benar?” tanya Tito, matanya jadi berbinar-binar penuh harap. Piko mengangguk mantap. Wajah Tito pun kembali ceria.

Selama satu minggu itu, Piko menemani Tito menghapal perkalian. Termasuk saat jam istirahat di sekolah, keduanya tidak bermain bersama yang lain. Piko bisa melihat temannya itu sungguh-sungguh belajar. Sesampainya di rumah pun Tito masih menghapal. Piko yakin, saat ujian nanti, Tito pasti bisa berhasil.

Satu minggu pun berlalu. Tibalah waktu ujian tersebut. Sewaktu nama Piko dipanggil, kuda laut itu maju dengan percaya diri. Sesuai dugaan, ujiannya berlangsung sukses. Piko menyebutkan perkalian dengan lancar. Tanpa salah sedikit pun.

Ketika giliran nama Tito dipanggil, Tito mendadak gugup sekali.

“Ayo, Tito. Kamu pasti bisa. Kamu kan sudah belajar dengan keras,” Piko menyemangati.

Tito memulai dari perkalian satu. Semua berjalan lancar. Hingga akhirnya Tito sampai di perkalian lima, Tito mulai melambat. Namun ia berhasil melewatinya. Pada perkalian enam, Tito membutuhkan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya. Pada perkalian tujuh, Tito salah menyebutkan hasil tujuh dikali delapan. Tetapi untung ia langsung ingat dan dibenarkannya. Pada perkalian delapan dan sembilan, akhirnya Tito melakukan beberapa kesalahan.

Tito tampak kecewa. Dia tahu, dia tidak berhasil menyebutkan semua perkalian dengan benar. Memang ada beberapa teman lain yang juga melakukan kesalahan. Namun tidak sebanyak Tito. Sementara Piko, ia berhasil dengan cemerlang.

“Yang penting kamu kan sudah berusaha,” kata Piko, mencoba mengibur Tito. Namun Tito tidak menjadi lebih ceria.

Akhirnya, tibalah waktu Pak Guru si bintang laut mengumumkan hasil ujian. Juga mengumumkan siapa yang berhak mendapatkan hadiah sesuai yang ia janjikan.

“Anak-anak sekalian, Pak Guru senang sekali dengan hasil ujian kalian. Meksipun ada beberapa yang masih belum lancar,” mulai Pak Guru. Mendengarnya Tito langsung tertunduk malu. “Dan sesuai dengan janji sebelumnya, Pak Guru akan memberikan hadiah kepada yang terbaik dari ujian ini.”

Piko yakin, dia yang akan mendapatkan hadiah itu. Seingatnya, hanya dirinya yang paling lancar menyebutkan semua perkalian. Memang banyak temannya yang tidak melakukan kesalahan. Namun mereka tidak selancar dirinya.

“Dan yang berhak mendapatkan hadiahnya adalah…”

Piko membatin, Aku jadi tidak enak pada Tito. Aku mendapatkan hadiahnya, sementara Tito…

“Tito!”

Hah? Apa kata Pak Guru barusan?

“Ayo, Tito, silakan maju ke sini,” kata Pak Guru. “Betul, kamu yang akan Pak Guru kasih hadiah.”

Apa? Tito yang mendapatkan hadiahnya? Tapi… tapi aku kan… Piko benar-benar tak habis pikir. Bagaimana mungkin Tito? Bahkan Tito yang paling tidak lancar di antara semuanya. Sedangkan Piko, ia melewati ujian tersebut dengan sangat baik.

Pak Guru tidak adil, pikir Piko.

Takut-takut Tito memandang Piko. Ia sadar, seharusnya bukan dirinya yang menerima hadiah. Melainkan Piko. Namun, mengapa Pak Guru memanggil namanya?

“Ayo, Tito. Maju ke sini, jangan ragu-ragu,” kata Pak Guru.

“Anak-anak semuanya,” kata Pak Guru, “Tentu kalian bertanya-tanya mengapa Tito yang mendapat hadiahnya.”

Terdengar bisik-bisik di antara murid-murid.

“Tenang, semuanya. Yang Pak Guru nilai adalah bukan hasil ujiannya, namun usaha Tito selama ini. Kita semua tahu, selama ini Tito yang paling lamban menghapal. Namun ujian hari ini, Tito menunjukkan hasil yang luar biasa. Walaupun masih ada sedikit kesalahan. Sebelumnya Pak Guru perhatikan, kalau Tito sungguh-sungguh belajar. Bahkan di waktu istirahat, ia masih saja belajar. Sewaktu Pak Guru tanyakan pada orangtuanya, di rumah pun Tito tetap bekerja keras menghapal. Tito memang tidak berhasil menjadi yang terbaik dari hasil ujiannya. Namun usaha yang telah ia lakukan untuk bisa hapal, berkali-kali lipat dari yang telah kalian lakukan,” jelas Pak Guru.

Pak Guru benar. Yang paling berusaha keras di sini adalah Tito, batin Piko. Tapi… bukankah selama ini ia yang menemani Tito belajar? Membantu mengoreksinya kalau Tito melakukan kesalahan? Bahkan Piko juga kehilangan waktu bermainnya karena menemani Tito menghapal di jam istirahat.

Pak Guru tidak adil…

Setelah menerima hadiahnya, Tito menghampiri Piko. Tito merasa sangat tidak enak. Ia ingin mengatakan sesuatu, namun tidak tahu harus berkata apa. Sementara Piko, ia mencoba tidak menampilkan rasa kecewanya.

“Ng… selamat, ya, Tito.”

Tito merasa semakin tak enak. Ia hanya bisa mengangguk.

“Oh, iya, anak-anak. Sebetulnya masih ada satu hadiah lagi,” kata Pak Guru.

Piko langsung mendesah. Kalau yang dinilai Pak Guru adalah usaha untuk menghapal, tentu dia tidak akan masuk hitungan. Piko memang seekor kuda laut yang cerdas. Dia bisa menghapal perkalian lebih cepat dari teman-temannya. Ia hanya perlu sedikit usaha dibanding teman-temannya.

“Piko.”

Hah?

“Benar, Piko. Yang berhak mendapatkan hadiah ini adalah kamu,“ kata Pak Guru. Piko terbelalak tak mengerti.

“Hadiah ini Pak Guru berikan karena usahamu membantu Tito menghapal. Setiap jam istirahat, kamu selalu mendampingi Tito belajar. Padahal kamu sendiri sudah hapal semua perkalian. Pak Guru bangga padamu.”

Mendengar penjelasan Pak Guru, perasaan Piko jadi tak enak. Ia sudah menuduh Pak Guru berlaku tidak adil.

“Murid-murid sekalian, bagaimana pun sulitnya, kalian harus terus bersemangat untuk berusaha. Seperti yang dilakukan Tito. Walaupun ia kesulitan menghapal perkalian, namun Tito tidak putus asa. Karena setiap usaha yang dilakukan sungguh-sungguh, akan membuahkan hasil. Dan kalau kalian sudah berhasil, jangan lupa untuk membantu teman-teman yang belum. Seperti yang dilakukan Piko. Ia mau meluangkan waktunya untuk membantu temannya agar bisa hapal perkalian.”

Piko dan Tito saling mengangguk sambil tersenyum. Beruntungnya mereka memiliki satu sama lain sebagai sahabat.

cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment