Sunday 27 July 2014

KACA JENDELA MIMI

ilustrasi-dongeng-cerita-anak-bergambar

Cerita Anak

Dari jendela yang buram karena hujan, Mimi mencoba mengintip keluar. Tidak kelihatan apa-apa. Di luar masih tampak muram. Sudah berhari-hari hujan terus turun. Kadang disertai angin yang bertiup amat kencang. Mimi bosan berada di rumah. Ia ingin sekali bermain di luar. Namun cuaca akhir-akhir ini sangat buruk.

“Kenapa tidak bermain di dalam rumah saja?” kata Ayah.

“Mimi bingung harus main apa sendirian,” jawab Mimi.

“Mimi kan bisa undang Yogi dan Nia main ke sini,” kata Ayah.

“Adik bayi Nia baru saja lahir. Nia sibuk membantu mamanya menjaga adik bayinya,” kata Mimi. Ia sengaja tidak menjelaskan mengapa ia tidak mengajak Yogi saja bermain. Sebetulnya Mimi lagi sebal sama Yogi.

Beberapa waktu yang lalu Mimi dibuat jengkel oleh Yogi. Mereka, bersama beberapa anak lain, sedang bermain petak umpet. Yogi kebagian jaga. Mimi bersembunyi di balik pohon. Tanpa Mimi sadari, rupanya Yogi sudah mengetahui tempat persembunyiannya.

Bukannya meneriakkan nama Mimi, Yogi malah mengambil ulat daun yang kebetulan dilihatnya, lalu dilemparkannya pada Mimi. Bukan main kagetnya Mimi. Terlebih lagi ia sangat geli pada ulat. Mimi menjerit-jerit. Untung tidak sampai menangis. Karenanya Mimi jadi marah pada Yogi. Soalnya Yogi tahu kalau Mimi sangat takut pada ulat.

Sejak kejadian itu Mimi selalu menolak diajak main sama Yogi. Ia juga malas bermain bersama anak lain kalau Yogi ada di situ.

Hingga malam hari pun, Mimi masih tidak tahu harus melakukan apa. Coba kalau ada teman-temannya, apa saja yang mereka lakukan selalu terasa menyenangkan. Kadang mereka hanya memanjat pohon atau mengejar layangan putus.

Mimi sangat berharap besok cuaca cerah. Apalagi besok hari Minggu. Kalau tidak bisa bermain dengan Nia di lapangan, setidaknya ia bisa mengunjungi Nia dan bermain-main dengan adik bayinya.

Keesokan harinya Mimi bangun pagi dengan bersemangat. Sudah tidak terdengar lagi bunyi hujan. Makanya ia senang sekali. Ia berlari menuju jendela, menyibak tirainya lalu memandang keluar dari baliknya.

Tiba-tiba keceriaan di wajahnya sirna. Dari balik jendela Mimi melihat kalau suasana di luar sana masih muram. Bahkan lebih gelap dibanding sore kemarin. Mimi jadi sedih. Kalau langit sudah gelap begini, takkan lama hujan akan turun lagi.

Ayah yang kebetulan lewat, melihat perubahan ekspresi wajah Mimi. Dengan sedikit heran ia pun bertanya, “Mimi, ada apa? Kenapa pagi-pagi begini kamu sudah murung?”

“Hari ini cuaca mendung lagi. Jam segini di luar masih gelap,” jawab Mimi lesu.

“Benarkah hari ini mendung?” tanya ayah.

“Iya. Mimi sudah lihat dari balik jendela,” jawab Mimi. Ayah lalu mencoba melihat keadaan di luar dari balik jendela. Kaca jendela tampak buram oleh air hujan yang mengembun di sana. Terdapat pula bercak-bercak bekas cipratan air tanah di bawahnya.

Tepat ketika itu terdengar suara memanggil dari luar. Mimi sedikit kaget. Ia mengenalinya. Suara yang memanggil itu milik Yogi.

Mau apa Yogi ke sini? Mimi membatin. Ia jadi ingat lagi kejadian ketika Yogi menakutinya dengan ulat.

“Sepertinya ada yang memanggil Mimi,” kata ayah.

Mimi pura-pura mendengarkan suara yang memanggil itu.

“Iya, kan?” kata ayah.

Dengan sungkan Mimi berjalan ke pintu depan. Sengaja ia berjalan amat perlahan. Mengulur-ulur waktu biar tidak segera bertemu Yogi.

Ketika sampai di pintu depan, Mimi sudah tidak mendengar lagi suara Yogi memanggil. Ia mencoba mengintip dari jendela, di luar tidak kelihatan siapa-siapa. Mimi langsung sewot.

Tuh, kan, usil sekali, sungut Mimi dalam hati.

“Lho, mana temannya?” tanya ayah, ketika Mimi kembali dengan wajah merengut. Akhirnya karena ayah bertanya terus tentang Yogi, Mimi pun bercerita.

“Oh, jadi Mimi lagi jengkel sama Yogi,” kata ayah, manggut-manggut mengerti. “Tapi, bukan berarti Mimi jadi tidak mau berteman dengan Yogi lagi, kan?”

“Tapi Yogi suka usil. Tadi saja, tahu-tahu orangnya sudah hilang. Padahal sebelumnya memanggil-manggil.”

“Mungkin Mimi yang terlalu lama bukain pintu. Jadinya Yogi pikir di rumah ini sedang tidak ada orang,” ujar ayah.

Ah, mana mungkin. Yogi kan anaknya usil, bantah Mimi dalam hati.

Ayah tersenyum melihat muka Mimi yang cemberut. Katanya, “Jadi sekarang, apa Mimi mau bermain di luar?”

“Di luar masih mendung,” jawab Mimi.

“Masa, sih? Sepertinya di luar cerah,” kata ayah.

“Masih gelap, kok. Buktinya dari jendela saja sinar mataharinya tidak tembus.”

Ayah tersenyum. Kemudian ia berkata, “Sekarang coba Mimi berdiri di dekat jendela. Ayah keluar sebentar.”

“Ayah mau ke mana?” tanya Mimi kebingungan.

“Berdiri saja dulu di sana. Nanti Mimi tahu sendiri,” jawab ayah seraya senyum-senyum misterius.

Tak berapa lama Mimi bisa melihat ayah berdiri di balik jendela. Namun tidak terlalu jelas karena kaca jendelanya buram. Lalu ayah menyapu kaca jendela itu dengan sepotong kain. Bagian kaca yang terkena kain lap mendadak bersih. Dan karenanya Mimi bisa melihat sepotong cahaya menembus masuk melewatinya.

“Wah, ternyata di luar cuaca sudah cerah, ya!” Mimi berseru kaget. Buru-buru ia keluar rumah, menghampiri ayah yang berdiri di balik jendela.

Rupanya suasana di luar terang benderang. Berbeda sekali dengan apa yang disangka Mimi. Langit amat biru. Bersih tanpa awan. Matahari pagi bersinar cerah.

“Mimi kira masih mendung,” kata Mimi.

“Itu karena Mimi melihat dari balik kaca yang kotor,” kata ayah.

Ayah benar sekali. Mimi sekarang bisa melihat bagian kaca yang belum dibersihkan ayah. Kacanya kotor dan buram. Pantas saja ia mengira kalau di luar masih mendung.

“Kalau melihat melalui kaca yang kotor, segala yang dilihat di baliknya juga jadi buram. Sama seperti Mimi melihat Yogi,” kata ayah.

Mendengarnya Mimi terkejut. Keningnya berkerut tanda tak mengerti. Ayah tersenyum lalu menjelaskan maksudnya dengan perlahan.

“Hati itu ibarat kaca jendela ini. Karena Mimi lagi jengkel, hati Mimi jadi tertutup oleh perasaan jengkel itu. Akibatnya, apa pun tentang Yogi, membuat Mimi jadi jengkel. Teringat Yogi, Mimi jadi jengkel. Yogi datang ke sini, Mimi juga jengkel.”

Mimi terpana. Benarkah hati Mimi seperti kaca jendela yang kotor itu?

“Yang perlu Mimi lakukan sekarang, cobalah melihat melalui hati yang bersih. Katakan pada Yogi kalau Mimi tidak suka dengan kelakuannya. Sesudah itu, ayah yakin Yogi tidak akan mengulanginya lagi. Dan kalian bisa bermain bersama-sama lagi.”

“Melihat melalui hati yang bersih?” ulang Mimi.

“Artinya, jangan berprasangka buruk pada Yogi. Siapa tahu tadi Yogi datang dengan maksud baik.”

Ayah benar, kata Mimi dalam hati. Ia pun bertekad akan selalu melihat sesuatu melalui kaca hati yang bening.

Setelah membantu ayah membersihkan semua jendela, Mimi pun pergi menemui Yogi. Mimi pun memberitahu Yogi bahwa ia tidak suka dengan sikap Yogi beberapa waktu lalu. Rupanya Yogi memang sudah menyadari hal itu. Hanya saja Mimi selalu menjauhinya. Padahal Yogi berniat minta maaf.

“Maaf, ya. Aku tidak akan menakut-nakuti kamu dengan ulat lagi,” sesal Yogi. “Sebetulnya tadi aku ke rumahmu mau mengajakmu bermain di lapangan. Teman-teman yang lain sudah duluan ke sana. Hari ini kan cuaca cerah sekali,” kata Yogi.


Mimi senang sekali mendengarnya. Untung saja ia sudah menghapus kejengkelan-kejengkelan dari hatinya. Sekarang kebaikan dan keceriaan akhirnya bisa menembus masuk.

cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment