Wednesday 26 March 2014

KALAU INGIN JADI JUARA


ilustrasi-dongeng-cerita-anak-bergambar

Cerita Anak

Ari  merasa sangat senang. Ia baru saja mendapat juara pertama lomba lari antar SD sekecamatan. Ari memang dapat berlari sangat cepat. Di sekolahnya sendiri, ia belum pernah dikalahkan oleh teman-temannya.

Di rumah ia membanggakan keberhasilannya di depan ibu dan ayah.


“Wah, selamat, ya, Ari,” kata ayah seraya menepuk-nepuk pundak anak lelakinya.

“Iya, selamat, ya. Ibu turut senang,” kata ibu tersenyum.

“Terima kasih, ayah, ibu.”

“Oh, iya, ibu dengar temanmu Rama juga dapat juara.”

Rama adalah teman bermain Ari. Mereka tidak satu sekolah. Namun rumah keduanya berdekatan. Di perlombaan lari tersebut, Rama mendapat juara ketiga.

“Betul, Bu. Sore ini rencananya kami mau tanding lari berdua. Kayaknya Rama masih penasaran tidak berhasil mengalahkanku,” kata Ari lalu tertawa riang.

Sore harinya, sesuai rencana Ari dan Rama pergi ke lapangan tak jauh dari rumah mereka. Mereka akan mengadakan lomba lari. Cara bermainnya adalah keduanya akan berlari sejauh seratus meter. Perlombaan akan dilakukan hingga pelari tercepat dapat mengalahkan lawannya sebanyak dua kali.

Ari dan Rama sudah menandai garis start dan finish. Keduanya sekarang berdiri di garis start.

“Siapa yang akan beri aba-aba mulai?” tanya Rama.

“Kita suit saja. Siapa yang menang, dia yang beri aba-aba,” usul Ari. Rama mengangguk setuju.

Ternyata yang menang Rama. Ia mengeluarkan jari jempol, sedangkan Ari jari telunjuk.

“Yuk, kita mulai!” seru Ari bersemangat.

“Ayo!” sahut Rama tak kalah bersemangat.

Ternyata keduanya menarik perhatian anak-anak lain yang juga sedang bermain di sana. Akhirnya Fira, teman satu sekolah Rama mengajukan diri menjadi wasit. Dia yang akan memberikan aba-aba mulai. Anak-anak lain berdiri di sepanjang jalur lomba.

“Bersedia!” seru Fira. Ari dan Rama mengambil posisi. “Siap!” lanjut Fira. “Ya!”

Ari dan Rama pun berlari sekencang-kencangnya. Anak-anak bersorak-sorai menyemangati keduanya. Beberapa orang anak sudah siap menunggu di garis finish. Ingin melihat langsung siapa yang memenangkan pertandingan. Ari berlari dengan sangat percaya diri. Ia sudah berlari sejauh sekitar tujuh puluh meter. Dan Rama lima meter di belakangnya.

Ari pun memenangkan pertandingan pertama. Tinggal satu kali lagi mengalahkan Rama, Ari pun akan menjadi pemenangnya.

Pertandingan kedua pun dimulai. Keduanya sudah mengambil posisi.

“Tetap semangat!” terdengar Rama berseru.

Dalam hati Ari yakin, dia yang akan memenangkan pertandingan ini.

Sorak-sorai anak-anak terdengar ketika Ari dan Rama kembali berlari kencang. Ada yang meneriakkan nama Ari. Ada juga yang meneriakkan nama Rama. Semuanya berteriak menyemangati. Ari menjadi semakin bersemangat. Ia juga tambah yakin bakal jadi juara. Sekarang ia sudah memimpin di depan.

Akhirnya Ari pun mencapai garis finish. Sementara Rama masih berada tiga meter di belakangnya.

“Horeeee!” teriak Ari senang.

Rama pun mencapai garis finish. Dengan napas ngos-ngosan, ia mengulurkan tangan ke Ari. “Selamat, ya, Ri. Kamu memang juara. Aku masih saja belum bisa mengalahkanmu,” kata Rama. Ari menyambut tangan Rama sambil tersenyum lebar.

Karena matahari sore sudah mulai merah, anak-anak pun mulai meninggalkan lapangan. Begitu juga Ari dan Rama.

“Sampai jumpa di pertandingan berikutnya,” kata Rama.

“Jangan kapok, ya,” kata Ari, sambil memamerkan senyum kemenangannya.

“Lihat saja nanti,” sahut Rama.

“Kapan kita bertanding lagi?” tanya Ari.

“Nanti kan ada pertandingan persahabatan antar sekolah kita.”

“Benarkah?” tanya Ari. Ia belum mendengar kabar itu sebelumnya.

“Iya. Nanti banyak perlombaan. Salah satunya ada lomba lari,” jawab Rama antusias.

“Wah, asyik!” seru Ari.

Ternyata Rama benar. Besoknya sewaktu di sekolah, Bu Guru menyampaikan berita itu kepada semua murid di kelas. Ari mendengarkan dengan penuh minat. Apalagi waktu Bu Guru menyebut lomba lari, Ari jadi makin senang.

“Bu Guru,” kata Ari seraya mengacungkan tangan kanannya.

“Ya, Ari.”

“Kapan acaranya akan diadakan?”

“Tiga minggu lagi. Jadi, siapa yang ingin ikut serta dalam perlombaan, bisa mulai berlatih dari sekarang,” jawab Bu Guru.

Berlatih? Aku kan pelari tercepat. Rama saja sudah beberapa kali kukalahkan, kata Ari dalam hati.

Ari tidak terlalu memusingkan pertandingan nanti. Dia yakin, Rama tidak akan bisa mengalahkannya. Sudah dibuktikan beberapa kali. Rama masih saja belum bisa mengalahkannya.

Karena terlalu percaya diri, Ari malah jadi menyepelekan pertandingan lari nanti. Dia jarang sekali berlatih. Sekadarnya saja. Sewaktu pelajaran olahraga pun, ia dengan sengaja membiarkan anak-anak lain mendahuluinya ketika berlari.

Hari pertandingan persahabatan itu pun tiba. Acara tersebut diadakan di sekolah Ari. Rama dan rombongannya dari sekolah mereka sudah tiba juga. Berbagai perlombaan pun dilaksanakan sesuai urutan acara. Ari menunggu dengan santai.

Waktunya perlombaan lari pun datang. Semua anak yang ikut serta sudah siap di garis start. Termasuk Ari dan Rama.

“Siap bertanding hari ini?” tanya Rama.

“Sudah siap sejak tiga minggu yang lalu,” jawab Ari penuh percaya diri.

Lomba lari diadakan dengan mengelilingi lapangan sekolah sebanyak tujuh kali. Ari sudah biasa berlari di lapangan sekolahnya sendiri. Ia yakin, hari ini ia akan tetap menjadi juara.

Pertandingan pun dimulai. Sorak-sorai penonton memenuhi udara. Mereka menjagokan peserta dari sekolah masing-masing. Perlombaan ini diikuti oleh sepuluh orang anak.

“Bersedia, siap, ya!” wasit memberi aba-aba diakhiri dengan bunyi peluit.

Pertandingan berlangsung meriah. Setiap peserta mengeluarkan kemampuan semaksimal mungkin. Ari sangat senang. Saat ini sudah putaran ketiga. Dia ia masih memimpin di depan. Namun ketika putaran keempat, Rama tiba-tiba sudah berada sangat dekat di belakangnya. Ari sangat kaget. Ia pun mencoba mempercepat larinya. Rama tertinggal.

Namun, pada putaran selanjutnya, kembali Rama sudah mendekati Ari. Napas Ari sudah ngos-ngosan. Tetapi ia berusaha lebih keras lagi. Rama juga terlihat berusaha keras. Dan pada putaran keenam, Ari sangat terkejut. Ia tercengang bukan main. Baru saja Rama melewatinya.

Tidak mungkin, batin Ari. Ia berusaha menyusul. Rasanya sangat berat. Ia sudah merasa lelah. Hingga sampai ke putaran terakhir, Rama masih berada di depannya.

Ari mengerahkan segala kemampuannya. Ia berlari sekencang mungkin. Ia juga berteriak keras untuk membangkitkan semangatnya. Garis finish tak jauh lagi. Tinggal lima meter… empat meter… tiga meter lagi…

Hati Ari mencelos. Rama sudah sampai di garis finish. Beberapa detik kemudian ia pun menyusul.

Ari tidak berhasil menjadi juara pertama. Hatinya sangat kecewa. Ia tidak mengerti, bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Ari begitu sedih. Sampai-sampai ia lupa memberi selamat kepada sahabatnya, Rama.

Ari berjalan lesu. Ia pergi ke kelasnya lalu duduk merenung di sana.

Bagaimana mungkin Rama bisa mengalahkanku? Ari benar-benar tak habis pikir. Ia merasa sangat tahu kemampuannya. Tetapi mengapai Rama sampai bisa mengalahkannya hari ini?

Tiba-tiba Ari dikejutkan seseorang. Bu Guru ada di depannya sekarang. Ari tidak mendengarnya masuk.

“Ada apa, Ari?” tanya Bu Guru lembut.

Ari tidak sanggup bercerita. Ia merasa malu karena tidak berhasil mendapat juara pertama. Padahal belum lama ini ia telah meraih gelar juara sekecamatan.

“Kamu kan baru saja mendapat juara kedua. Kok kelihatan sedih?”

Ari masih diam. Tidak berani menjawab.

“Tidak mengapa kalau tidak menjadi juara pertama,” kata Bu Guru.

“Tapi Bu…” Ari agak ragu melanjutkan kalimatnya.

“Rama itu sahabatmu, kan?”

“Lho, Bu Guru kenal sama Rama?” tanya Ari heran.

“Iya. Rama itu keponakan ibu. Rama pernah cerita soal pertandingan kalian berdua. Karena tidak pernah berhasil mengalahkanmu, dia jadi termotivasi. Makanya ia giat berlatih untuk perlombaan hari ini.”

Ari tersentak kaget. Jadi selama ini Rama giat berlatih?

“Mungkin karena itulah hari ini Rama jadi lebih baik.”

“Apa maksudnya Ari jadi lebih buruk dari sebelumnya?”

“Bukan begitu, Ari. Ibu lihat, sebelum ini Ari jarang berlatih. Mungkin kemampuan Ari tidak berkurang sedikitpun dari semula. Namun, karena Rama lebih rajin berlatih, kemampuannya jadi meningkat. Kita tidak boleh malas-malasan meski sudah merasa mampu. Karena, di luar sana masih banyak orang lain yang lebih mampu dari kita. Makanya kita harus tetap rajin kalau tidak mau tertinggal,” kata Bu Guru.

Ari tertegun mendengarnya. Karena meraih gelar juara sekecamatan ia jadi menyepelekan kemampuan orang lain. Sementara ia santai-santai saja, Rama berlatih lebih giat.

“Nah, mulai sekarang, kalau ingin meraih cita-cita, harus siap untuk rajin berlatih. Ingin ranking satu di kelas, atau juara lomba lari, apa pun itu, tidak akan bisa digapai kalau malas-malasan.”

Ari tertunduk malu. “Ari sekarang mengerti. Terima kasih Bu Guru.”

Bersama Bu Guru, Ari pun keluar kelas. Ia segera mencari Rama. Ia ingin memberi selamat kepada sahabatnya itu. Bukan saja karena telah meraih juara pertama, tetapi juga untuk keuletan Rama hingga akhirnya bisa mengalahkannya. 

cerita & ilustrasi oleh Angewid
@ange_wid

No comments:

Post a Comment